Senja di kota budaya mengembalikan ingatan tentang gadis kacamata yang lama tak kutahu kabarnya.
Hampir tiap mengajar mengaji, selalu kudapatkan dia bermuka lesu dipelataran masjid. Di wajahnya tergambar jarak yang telah berkilo kilo di tempuh, namun senyumnya tetap bersinar sebening kacamatanya.
Dia gadis seberang desa yang menjadi buah bibir jamaah-jamaah masjid. Dia anak piatu, Bapaknya telah setahun lumpuh karena stroke, sementara harus menghidupi 3 orang putrinya. 2 adiknya bersekolah ditaman kanak kanak dan sekolah menengah, sementara Dia sedang mempertahankan prestasinya agar tetap memperoleh beasiswa di perguruan tinggi negeri yang ada di kota.
Hampir setiap hari ku melihat si kacamata bersama sepeda ontelnya, dipenuhi karung karung tempat menaruh dagangan roti coklatnya...()
No comments:
Post a Comment